Oleh: Syamsul Bahri
***
Definisi Tuhan
Kata Tuhan dalam bahasa Arab di sebut ilah. Sedangkan ilah sendiri berasal dari `aliha' yang memiliki berbagai macam pengertian. Ada empat makna utama dari aliha yaitu
- Sakana ilahi (Mereka Tenteram Kepadanya)
Sakana Ilaihi yaitu ketika ilah tersebut diingat-ingat olehnya, ia merasa senang dan
manakala mendengar namanya disebut atau dipuji orang ia merasa tenteram.
Manusia yang mengilahkan kehidupan dunia merasa tenteram dengan dunianya, walaupun ketentraman yang dimilikinya adalah semu dan sementara saja. Ilah mempunyai arti menentramkan. Bani Israel yang bodoh menghendaki adanya ilah yang
dapat menenteramkan hati mereka, walalupun akhirnya mereka tidak memperoleh ketentraman yang abadi.(Qs.
7:138)
- istijaara bihi,(Merasa Dilindungi oleh-Nya.)
Karena ilah tersebut dianggap memiliki kekuatan ghaib yang mampu menolong dirinya dari
kesulitan hidup. Manusia yang memperilah jin
dengan meminta perlindungan
kepadanya, merasa dilindungi oleh jin. Makna ilah disini adalah merasa dilindungi. Orang-orang musyrik
mengambil pertolongan dari selain Allah SWT
padahal semuanya tidak dapat menolong kita, (Qs. 7:197.
3. asy syauqu ilaihi (Merasa Selalu
Rindu kepada-Nya )
Ada keinginan
selalu bertemu dengannya, apakah berterusan
atau tidak. Ada kegembiraan apabila bertemu dengannya. Bani Israel larut dalam kerinduan yang berlebihan terhadap ijla (anak lembu) yang dijadikannya ilah. Ilah
berarti merasa rindu kepadanya. Para
penyembah berhala sangat tekun melakukan pengabdian karena selalu rindu
padanya. (Qs.2:91, Qs 20:71)
4.
wull'a bihi. (Merasa Cinta dan Cenderung Kepada-Nya)
Rasa
rindu yang menguasai diri menjadikannya
mencintai ilah tersebut, walau bagaimanapun keadaannya. Ia
selalu beranggapan bahwa puj aannya
memiliki kelayakan dicintai sepenuh
hati. Berhala-berhala adalah
menyatukan bangsa yang sangat disenangi
oleh orang-orang musyrik. Tandingan (andad.) merupakan sembahan.sembahan selain Allah SWT yang dicintai oleh orang-orang musyrik sama
dengan mencintai Allah SWT karena
mereka sangat cenderung atau dikuasai olehnya.
(Qs.2 :165)
Dengan
memahami ke empat makna Ilah tersebut di atas, maka kita juga dengan mudah
menemukan motif-motif manusia menjadikan sesuatu untuk di jadikan Tuhan
(sesembahan). (Materi Tarbiyah, Makna Al-Ilah, Robbani Press)
Dalam
sejarah perkembangan pemikiran manusia tentang Tuhan, masyarakat terbagi dalam
dua bagian, yaitu masyarakat primitif dan masyarakt modern. Ciri khas
masyarakat primitif adalah sifatnya yang sederhana. Sebaliknya masyarakat
modern yang memilki ciri multi dimensional (ragam dimensi).
Sesuai
dengan kesederhanaannya, masyarakat primitif memandang bahwa kehidupannya di
tentukan oleh keyakinan kepada kekuatan suatu benda, yang dipandang memilki
kekuatan. Benda-benda tersebut kemudian dijadikan sebagai benda keramat .
Keyakinan atau kepercayaan pada benda tersebut kemudian di namakan dengan Dinamisme.
(Pendidikan Agama Islam, MKDU 4221, Hal. 1.26)
Bentuk
kepercayaan lain pada masyarakat Primitif adalah adanya Animisme.
Mereka berkeyakinan bahwa suatu benda mempunya roh di dalamnya. Roh tersebut
diyakini sebagai pemilki benda-benda alam tertentu, mislanya pohon atau hewan
yang di anggap memilki ke anehan dan keistimewaan. (Pendidikan Agama Islam,
MKDU 4221, Hal. 1.26)
Jika,
pada Masyarakat Primitf, setiap benda yang mempunyai kelainan dengan
benda sejenisnya bisa di anggap sebagai Tuhan, maka semakin luas jangkauan
pemikiran, semakin banyak Tuhan yang harus disembah. Hal ini tentu merepotkan.
Bayangkan betapa beratnya pengorbanan mereka, jika setiap benda yang
dikaguminya dinyatakan sebagai Tuhan. Karena itu, mereka kemudian
menyederhanakan jumlah yang mereka sembah dengan cara mengelompokkan
benda-benda yang sejenis menjadi satu kelompok yang di koordinasikan oleh satu
koordinatornya. Koordinatornya itulah yang disebut dengan dewa atau dewi.
Misalnya Dewi Sri (Dewi Kesuburan), Dewa Matahari, dst. Keyakinan dan
Kepercayaan kepada Dewa atau dewi inilah yang disebut dengan Politeisme.
(Pendidikan Agama Islam, MKDU 4221, Hal. 1.27)
Adalagi
Paham Henoteis (Satu bangsa = Satu Tuhan). Faham ini beranggapan
bahwa setiap satu kesatuan tidak mungkin bisa diatur oleh Tuhan yang lebih dari
satu. Sedangkan masyarakat merupakan satu kesatuan sehingga hanya bisa diatur
oleh Tuhan yang satu. Atas dasar itu mereka kemudian berkeyakinan bahwa setiap
satu kesatuan memilki satu Tuhan. Artinya antara kominitas atau bangsa yang
satu dengan yang lainnya memilki Tuhan masing-masing dan berbeda-beda. Jika di
Indonesia terdapat banyak sekali suku dan bangsa, lalu menurut faham ini,
bererti Tuhan itu lebih dari satu.
Dan
masih banyak lagi Tuhan-Tuhan yang mereka jadikan sesembahan selain Allah.
Termasuk Deisme, Panteisme dan Eklektisme.
Konsep
Ketuhanan Yang Maha Esa
Konsep Ketuhanan yang Maha Esa, menurut pemikiran manusia, berbeda
dengan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa menurut ajaran Islam. Konsep Ketuhanan menurut
pemikiran manusia baik deisme, Panteisme, maupun elektisme, tidak memberikan
tempat bagi ajaran Allah dalam kehidupan, dalam arti ajaran Allah tidak
fungsional. Paham panteisme meyakini Tuhan berperan, namun yang berperan adalah
Zat-Nya, bukan ajaran-Nya. Sedangkan konsep Ketuhan dalam Islam justru intinya
adalah konsep ketuhanan secara fungsional. Maksudnya, focus dari konsep
ketuhanan dalam Islam adalah bagaimana memerankan ajaran Allah dalam
memanfaatkan ciptaannya. (Pendidikan
Agama Islam, MKDU 4221, Hal. 1.45)
Dalam
Islam Ketuhanan Yang Maha Esa terangkum dalam kalimat Laailaaha illallah. Kalimat
laailaaha illallah
adalah bentuk kesaksian seorang muslim yang terformulasi dalam kalimat
syahadat. Sebuah kalimat pendek namun esensial dalam kehidupan seorang muslim.
kalimat yang menjadikannya masuk dalam komunitas muslim dan mengantarkannya
kepada Allah dalam keadaan tunduk patuh kepadaNya.
Menurut
Muhammad Said Al Qathani (1994 :30-1 ), kalimat laailaaha illallahu mencakup
beberapa pengertian.
a. Hanya Allah yang patut disembah (
La Ma’buda Illallah )
b. Hukum mutlak bersumber dariNya ( La
Hukma Illallah )
c. Tiada
penguasa mutlak kecuali Allah, Dia lah Rabb semesta alam, penguasa dan pengatur
( La Malika Illallah )
d. Tiada pencipta kecuali Allah ( La
Kholiqo Illallah )
e. Tidak ada yang memberikan rizki
selain Allah ( La Raziqo Illallah )
f. Tidak ada yang menghidupkan dan
mematikan kecuali Allah
g. Tidak ada
yang dapat mendatangkan kemanfaatan dan kemedharatan kecuali Allah
h. Tidak ada daya dan upaya kecuali
Allah
i. Tidak bertawakal kecuali kepada
Allah
j. Allah sebagai pusat orientasi dan
kerinduannya.
Melihat pengertian Laailaaha illallah
ini dapat dipahami bahwa seluruh pusat orientasi kehidupan seorang muslim
adalah Allah. namun kesaksian yang benar dalam Islam tidak hanya terhenti pada
pengucapan lisan dan pembenaran dalam hati, begitu juga tidak hanya memahami
maknanya secara benar, tapi harus disertai dengan mengamalkan segala
ketentuannya, baik secara lahiriyah maupun bathiniyyah. Dengan Laailaaha
illallah seoarang muslim tidak hanya meniadakan sesembahan selain Allah semata.
kalimat tauhid ini sekaligus mencakup loyalitas dan bersih diri ( Al wala’ wal bara’ )
serta negasi dan afirmasi
( Al Nafy wal itsbat ).
Konsep Al Wala’ dalam kalimat tauhid
adalah aspek kepatuhan dan kesetiaan secara tulus ( loyal ) terhadap Allah,
kitab, sunnah dan nabiNya, sedangkan al bara’ adalah bersih diri dari segala
kesyirikan dan hukum jahiliyyah. (al Qathani, 1994:6-8 )
Begitu juga al-Nafy, mengandung makna
peniadaan terhadap sesembahan-sesembahan selain Allah atau keyakinan-keyakinan
seperti Animisme, dinamisme, Politeisme, Henoteisme dan monoteisme atau
isme-isme yang berkaitan erat dengan sesembahan selain Allah. Sedangkan Itsbat
mengandung makna penetapan, bahwa sesembahan yang paling berhak untuk diyakini
dan di ibadahi adalah Allah.
Wallahu
a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar