Oleh : Syamsul Bahri
****
Dari
sejarah perkembangan kehidupan manusia, kita dapat mengetahui bahwa dalam usaha
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, manusia memperoleh pengalaman-pengalaman.
Pengalaman-pengalaman ini menciptakan nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut menjadi
pedoman atau patokan bagi manusia, tentang apa yang baik yang harus dilakukan
dan apa yang buruk yang harus dihindari. Pola-pola berfikir manusia
mempengaruhi sikafnya yang merupakan kecenderungan-kecenderungan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu terhadap manusia yang lain, benda atau
keadaan-keadaan.
Apakah Kaidah Sosial itu?
Kaidah
sosial atau norma sosial adalah peraturan hidup yang menetapkan bagaimana
manusia harus bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat. Atau dapat juga
dikatakan kaidah sosial adalah pedoman tingkah laku manusia dalam hidup
bermasyarakat, yang fungsinya melindungi kepentingan manusia baik sebagai
individu maupun sebagai makhluk sosial dengan jalan menertibkan. (Kuntoro
Basuki,2009)
Hal
itu berarti, kaidah sosial pada hakikatnya merupakan aturan-aturan atau pedoman
mengenai perilaku yang seharusnya dilakukan, yang seharunya tidak dilakukan,
yang dilarang untuk dilakukan atau yang dianjurkan untuk dilakukan. Kaidah
sosial sifatnya tidak hanya menggambarkan (deskriptif)
dan menganjurkan (preskriptif),
tetapi sifatnya mengharuskan (normatif)
bahkan memaksa (imperatif).
Dengan
kaidah sosial hendak dicegah gangguan-gangguan terhadap kepentingan manusia,
disamping itu juga hendak dicegah terjadinya bentrokan-bentrokan kepentingan
manusia, sehingga terciptalah tata kehidupan masyarakat yang damai atau tata kehidupan
masyarakat yang tertib dan tentram.
Jenis-jenis Kaidah Sosial
Kaidah
sosial tumbuh sejak manusia mengenal hidup bermasyarakat. Pertumbuhan dan
perkembangan masyarakat merupakan mata rantai dari pertumbuhan dan perkembangan
kepentingan manusia yang melahirkan beberapa macam kaidah atau norma. Mochtar
Kusumaatmaja (1980) menyebutkan tiga macam, yaitu kaidah kesusilaan, kesopanan
dan hukum. Satjipto Rahardjo (1982 :15) meneyebutkan tiga macam juga, tetapi
dengan perumusan yang berbeda, yaitu kaidah kesusilaan, kebiasaan dan hukum.
Soerjono Soekanto (1980 :67-68) menyebutkan empat kaidah, yaitu kaidah
kepercayaan, kesusilaan, kesopanan dan hukum.
Dalam
uraian selanjutnya kita akan mendasarkan kepada empat macam kaidah sosial,
yaitu kaidah agama atau keagamaan, kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan atau
sopan santun dan kaidah hukum. Karena memang keempat kaidah tersebut mengatur
tentang kehidupan manusia.
1.
Kaidah
Agama atau Kaidah Keagamaan
Kaidah agama
adalah peraturan hidup yang oleh para pemeluknya diyakini sebagai perintah dari
Tuhan, atau dapat dikatakan bahawa kaidah agama berpangkal pada kepercayaan
kepada Tuhan. Kaidah agama berisi perintah-perintah, larangan-larangan dan
anjuran-ajuran yang memberi tuntunan hidup kepada manusia agar mendapatkan
kedamaian dan keselamatn hidup di dunia dan di akhirat. Kaidah agama membebani
manusia dengan kewajiban kepada Tuhan, kepada sesama manusia dan kepada diri
sendiri serta lingkungan sekitarnya. Bagi siapa yang melanggar kaidah agama
akan mendapatkan hukuman dari Allah di dunia maupun di akhirat.
2.
Kaidah Kesusilaan.
Kaidah kesusilaan
adalah peraturan hidup yang bersumber pada rasa kesusilaan dalam masyarakat dan
sebagai pendukungnya adalah hati nurani manusia itu sendiri (Fitrah manusia). Rasa
ini didorong untuk melindungi kepentingan diri sendiri ataupun orang lain. Kaidah
kesusilaan mendorong manusia untuk kebaikan akhlak pribadinya guna
penyempurnaan manusia. Bagi siapa yang melanggar kaidah kesusilaan akan
mendapat hukuman bukan datang dari luar dirinya, melainkan batinnya sendiri
yang akan menghukum yaitu berupa ketidak tenangan dan penyesalan. Kaidah kesusilaan
dianggap sebagai kaidah paling tua dan paling asli dan terdapat dalam diri
sanubari manusia itu sendiri sebagai makhluk bermoral, dan terdapat pada setiap
manusia dimanapun ia berada.
3.
Kaidah Kesopanan
atau kaidah sopan santun.
Kaidah kesopanan
adalah peraturan hidup yang bersumber pada kepatutan, kebiasaan atau kesopanan
dalam masyarakat. Kaidah kesopanan dinamakan pula kaidah sopan santun, tata krama
atau adat. Bagi siapa yang melanggar kaidah kesopanan akan mendapat umpatan
atau cemoohan atau akan dikucilkan oleh masyarakat. Sanksi dari masyarakat yang
berupa dikucilkan, dipandang rendah atau dibenci oleh orang-orang di
sekitarnya, dapat melahirkan rasa malu, rasa bersalah, terhina ,kehilangan,
dimana semuanya itu dapat menimbulkan penderitaan bagi jiwa orang tersebut.
4.
Kaidah Hukum
Kaidah hukum
adalah peraturan hidup yang sengaja dibuat secara resmi oleh penguasa
masyarakat atau penguasa Negara untuk melindungi dan memenuhi segala
kepentingan hidup manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah hukum ini pada
hakikatnya untuk memperkokoh dan juga untuk memberikan perlindungan terhadap
kepentingan manusia yang dilakukan oleh ketiga kaidah sosial yang lain. Bagi siapa
yang melanggar kaidah hukum akan mendapat sanksi tegas dan dapat dipaksakan
oleh suatu instansi resmi.
Fungsi
khusus kaidah hukum dalam hubungannya dengan ketiga kaidah sosial yang lain,
ada dua yaitu:
Pertama, Untuk
memberikan perlindungan secara lebih tegas terhadap kepentingan-kepentingan
manusia yang telah dilindungi oleh ketiga kaidah sosial yang lain.
Ke dua, untuk
memberikan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan manusia yang belum
sepenuhnya dijabarkan oleh ketiga kaidah sosial yang lain. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa kaidah hukum merupakan bentuk penjabaran secara konkrit
dari pasangan nilai-nilai yang bersifat global yang telah diserasikan. Misalnya
aturan dan tata tertib berlalu lintas, Aturan mengenai tata cara penerimaan
pegawai negeri sipil dan seterusnya.
Adapun caranya
adalah dengan memberi perumusan yang jelas, disertai dengan sanksi yang tegas
dan dapat dipaksakan oleh instansi yang berwenang. Dengan demikian seseorang
yang melanggar larangan-larangan tersebut di atas dapat dikenakan dua macam
sanksi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Antara
kaidah hukum dan kaidah Agama. Misalnya korupsi. Sanksi sesuai dengan kaidah hukum,
yaitu si pelanggar akan dijatuhi hukuman pidana penjara dan atau denda akibat
telah melakukan perbuatan pidana berupa korupsi. Sanksi sesuai dengan kaidah agama,
yaitu bahwa si pelanggar adalah berdosa dan nantinya akan mendapatkan hukuman
dari Allah di akhirat jika tidak bertaubat. Di samping itu juga dapat terjadi
akibat pelanggaran tersebut yang bersangkutan mendapatkan penderitaan batin
sewaktu hidup di dunia. Meski dalam hukum agama (Islam) bagi pelaku tindak pidana
korupsi telah diatur di dalam al-Qur’an dan Hadits tentang sanksi pidana yang
akan mereka terima, namun tetaplah urusan pidana di kembalikan kepada kaidah hukum.
Dan kaidah hukum hanya bisa dilakukan oleh penguasa masyarakat ataupun penguasa
Negara.
2. Antara kaidah
hukum dan kaidah kesusilaan. Dalam hal ini di samping dapat dikenai sanksi
karena pelanggaran kaidah hukum, si pelanggar juga akan mendapatkan sanksi dari
dirinya sendiri, yaitu berupa tekanan batin. Bahkan dapat terjadi, sebagai
akibat dari tekanan batin yang terlalu berat seseorang bisa jatuh sakit
mendadak atau depresi bahkan mengambil jalan pintas yang tidak pantas yaitu
bunuh diri. Na’udzubillah.
3. Antara kaidah
hukum dan kaidah kesopanan. Orang yang melanggar hukum (membunuh, korupsi atau
berzina) dapat terjadi si pelanggar yang telah dijatuhi pidana penjara
misalnya, namun setelah Ia bebas, masyarakat masih menghukumnya. Hukuman dari
masyarakat yang tidak resmi ini dapat berupa cemoohan atau yang bersangkutan
dikucilkan.
Jadi, Kaidah
hukum memberikan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan manusia yang
telah dilindungi oleh ketiga kaidah sosial yang lain. Wallahu a’lam
Disarikan dari buku PTHI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar