Minggu, 16 September 2012

Ketuhanan Yang Maha Esa


Oleh: Syamsul Bahri 
 ***
Definisi Tuhan
 
Kata Tuhan dalam bahasa Arab di sebut ilah. Sedangkan ilah  sendiri berasal dari `aliha' yang memiliki berbagai macam pengertian. Ada empat makna utama dari aliha yaitu

  1. Sakana ilahi (Mereka Tenteram Kepadanya)
Sakana Ilaihi yaitu ketika ilah tersebut diingat-ingat olehnya, ia merasa senang dan manakala mendengar namanya disebut atau dipuji orang ia merasa tenteram. Manusia yang mengilahkan kehidupan dunia merasa tenteram dengan dunianya, walaupun ketentraman yang dimilikinya adalah semu dan sementara saja. Ilah mempunyai arti menentramkan. Bani Israel yang bodoh menghendaki adanya ilah yang dapat menenteramkan hati mereka, walalupun akhirnya mereka tidak memperoleh ketentraman yang abadi.(Qs. 7:138) 
  1. istijaara bihi,(Merasa Dilindungi oleh-Nya.) 
Karena ilah tersebut dianggap memiliki kekuatan ghaib yang mampu menolong dirinya dari kesulitan hidup. Manusia yang memperilah jin dengan meminta perlindungan kepadanya, merasa dilindungi oleh jin. Makna ilah disini adalah merasa dilindungi. Orang-orang musyrik mengambil pertolongan dari selain Allah SWT padahal semuanya tidak dapat menolong kita, (Qs. 7:197.
3.   asy syauqu ilaihi (Merasa Selalu Rindu kepada-Nya )
Ada keinginan selalu bertemu dengannya, apakah berterusan atau tidak. Ada kegembiraan apabila bertemu dengannya. Bani Israel larut dalam kerinduan yang berlebihan terhadap ijla (anak lembu) yang dijadikannya ilah. Ilah berarti merasa rindu kepadanya. Para penyembah berhala sangat tekun melakukan pengabdian karena selalu rindu padanya. (Qs.2:91, Qs 20:71)
4.   wull'a bihi. (Merasa Cinta dan Cenderung Kepada-Nya)
Rasa rindu yang menguasai diri menjadikannya mencintai ilah tersebut, walau bagaimanapun keadaannya. Ia selalu beranggapan bahwa puj aannya memiliki kelayakan dicintai sepenuh hati. Berhala-berhala adalah menyatukan bangsa yang sangat disenangi oleh orang-orang musyrik. Tandingan (andad.) merupakan sembahan.sembahan selain Allah SWT yang dicintai oleh orang-orang musyrik sama dengan mencintai Allah SWT karena mereka sangat cenderung atau dikuasai olehnya. (Qs.2 :165)
Dengan memahami ke empat makna Ilah tersebut di atas, maka kita juga dengan mudah menemukan motif-motif manusia menjadikan sesuatu untuk di jadikan Tuhan (sesembahan). (Materi Tarbiyah, Makna Al-Ilah, Robbani Press) 


Dalam sejarah perkembangan pemikiran manusia tentang Tuhan, masyarakat terbagi dalam dua bagian, yaitu masyarakat primitif dan masyarakt modern. Ciri khas masyarakat primitif adalah sifatnya yang sederhana. Sebaliknya masyarakat modern yang memilki ciri multi dimensional (ragam dimensi).
Sesuai dengan kesederhanaannya, masyarakat primitif memandang bahwa kehidupannya di tentukan oleh keyakinan kepada kekuatan suatu benda, yang dipandang memilki kekuatan. Benda-benda tersebut kemudian dijadikan sebagai benda keramat . Keyakinan atau kepercayaan pada benda tersebut kemudian di namakan dengan Dinamisme. (Pendidikan Agama Islam, MKDU 4221, Hal. 1.26)
Bentuk kepercayaan lain pada masyarakat Primitif adalah adanya Animisme. Mereka berkeyakinan bahwa suatu benda mempunya roh di dalamnya. Roh tersebut diyakini sebagai pemilki benda-benda alam tertentu, mislanya pohon atau hewan yang di anggap memilki ke anehan dan keistimewaan. (Pendidikan Agama Islam, MKDU 4221, Hal. 1.26)

Jika, pada Masyarakat Primitf, setiap benda  yang mempunyai kelainan dengan benda sejenisnya bisa di anggap sebagai Tuhan, maka semakin luas jangkauan pemikiran, semakin banyak Tuhan yang harus disembah. Hal ini tentu merepotkan. Bayangkan betapa beratnya pengorbanan mereka, jika setiap benda yang dikaguminya dinyatakan sebagai Tuhan. Karena itu, mereka kemudian menyederhanakan jumlah yang mereka sembah dengan cara mengelompokkan benda-benda yang sejenis menjadi satu kelompok yang di koordinasikan oleh satu koordinatornya. Koordinatornya itulah yang disebut dengan dewa atau dewi. Misalnya Dewi Sri (Dewi Kesuburan), Dewa Matahari, dst. Keyakinan dan Kepercayaan kepada Dewa atau dewi inilah yang disebut dengan Politeisme. (Pendidikan Agama Islam, MKDU 4221, Hal. 1.27)

Adalagi Paham Henoteis (Satu bangsa = Satu Tuhan). Faham ini beranggapan bahwa setiap satu kesatuan tidak mungkin bisa diatur oleh Tuhan yang lebih dari satu. Sedangkan masyarakat merupakan satu kesatuan sehingga hanya bisa diatur oleh Tuhan yang satu. Atas dasar itu mereka kemudian berkeyakinan bahwa setiap satu kesatuan memilki satu Tuhan. Artinya antara kominitas atau bangsa yang satu dengan yang lainnya memilki Tuhan masing-masing dan berbeda-beda. Jika di Indonesia terdapat banyak sekali suku dan bangsa, lalu menurut faham ini, bererti Tuhan itu lebih dari satu.
Dan masih banyak lagi Tuhan-Tuhan yang mereka jadikan sesembahan selain Allah. Termasuk Deisme, Panteisme dan Eklektisme.

Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa

  Konsep Ketuhanan yang Maha Esa, menurut pemikiran manusia, berbeda dengan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa menurut ajaran Islam. Konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia baik deisme, Panteisme, maupun elektisme, tidak memberikan tempat bagi ajaran Allah dalam kehidupan, dalam arti ajaran Allah tidak fungsional. Paham panteisme meyakini Tuhan berperan, namun yang berperan adalah Zat-Nya, bukan ajaran-Nya. Sedangkan konsep Ketuhan dalam Islam justru intinya adalah konsep ketuhanan secara fungsional. Maksudnya, focus dari konsep ketuhanan dalam Islam adalah bagaimana memerankan ajaran Allah dalam memanfaatkan ciptaannya. (Pendidikan Agama Islam, MKDU 4221, Hal. 1.45)

Dalam Islam Ketuhanan Yang Maha Esa terangkum dalam kalimat Laailaaha illallah. Kalimat laailaaha illallah adalah bentuk kesaksian seorang muslim yang terformulasi dalam kalimat syahadat.  Sebuah kalimat pendek namun esensial dalam kehidupan seorang muslim. kalimat yang menjadikannya masuk dalam komunitas muslim dan mengantarkannya kepada Allah dalam keadaan tunduk patuh kepadaNya.
Menurut Muhammad Said Al Qathani (1994 :30-1 ), kalimat laailaaha illallahu mencakup beberapa pengertian.
a. Hanya Allah yang patut disembah ( La Ma’buda Illallah )
b. Hukum mutlak bersumber dariNya ( La Hukma Illallah )
c. Tiada penguasa mutlak kecuali Allah, Dia lah Rabb semesta alam, penguasa dan pengatur ( La Malika Illallah )
d. Tiada pencipta kecuali Allah ( La Kholiqo Illallah )
e. Tidak ada yang memberikan rizki selain Allah ( La Raziqo Illallah )
f. Tidak ada yang menghidupkan dan mematikan kecuali Allah
g. Tidak ada yang dapat mendatangkan kemanfaatan dan kemedharatan kecuali Allah
h. Tidak ada daya dan upaya kecuali Allah
i. Tidak bertawakal kecuali kepada Allah
j. Allah sebagai pusat orientasi dan kerinduannya.

Melihat pengertian Laailaaha illallah ini dapat dipahami bahwa seluruh pusat orientasi kehidupan seorang muslim adalah Allah. namun kesaksian yang benar dalam Islam tidak hanya terhenti pada pengucapan lisan dan pembenaran dalam hati, begitu juga tidak hanya memahami maknanya secara benar, tapi harus disertai dengan mengamalkan segala ketentuannya, baik secara lahiriyah maupun bathiniyyah. Dengan Laailaaha illallah seoarang muslim tidak hanya meniadakan sesembahan selain Allah semata. kalimat tauhid ini sekaligus mencakup loyalitas dan bersih diri ( Al wala’ wal bara’ ) serta negasi dan afirmasi ( Al Nafy wal itsbat ).
Konsep Al Wala’ dalam kalimat tauhid adalah aspek kepatuhan dan kesetiaan secara tulus ( loyal ) terhadap Allah, kitab, sunnah dan nabiNya, sedangkan al bara’ adalah bersih diri dari segala kesyirikan dan hukum jahiliyyah. (al Qathani, 1994:6-8 )
Begitu juga al-Nafy, mengandung makna peniadaan terhadap sesembahan-sesembahan selain Allah atau keyakinan-keyakinan seperti Animisme, dinamisme, Politeisme, Henoteisme dan monoteisme atau isme-isme yang berkaitan erat dengan sesembahan selain Allah. Sedangkan Itsbat mengandung makna penetapan, bahwa sesembahan yang paling berhak untuk diyakini dan di ibadahi adalah Allah.

Wallahu a’lam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar