Kamis, 13 September 2012

Demokrasi Partisipatoris

Dalam sistem pemerintahan presidensial seperti Indonesia, kedudukan presiden teramat sangat penting, presiden memegang posisi kunci dalam menentukan keputusan-keputusan bersifat nasional. Oleh karena itu, proses pemilihan presiden harus mampu menghasilkan seorang presiden yang benar-benar mencerminkan kehendak rakyat berdasarkan UUD 1945 (yang sudah diamandemen), yakni melalui proses dua jenjang.
Pada jenjang pertama, rakyat menentukan wakil-wakilnya di MPR melalui pemilihan umum. Pada jenjang berikutnya, wakil-wakil rakyat di MPR memberikan suaranya untuk memilih presiden dan wakil presiden.
Pada praktiknya, Indonesia belum memiliki tradisi pemilihan presiden yang kukuh. Sepanjang sejarah, pemilihan presiden oleh MPR dengan lebih dari satu kandidat presiden baru terjadi pada tahun 1999 dan tahun 2004 ketika presiden Abdurrahman Wahid dan SBY terpilih menjadi presiden. Berikut ini akan diuraikan masing-masing Pemilu tersebut.
Pemilu 1999
Bagi Indonesia terlaksananya Pemilu pada tahun 1999, merupakan babak baru yang menjadi tonggak terlaksananya sistem pemerintahan yang demokratis di republik ini. Perwujudannya adalah dengan dimulainya sistem pemilihan presiden secara langsung. Sistem ini memungkinkan rakyat untuk memberikan suaranya secara langsung kepada kandidat presiden pilihannya. Sistem ini oleh para pendukungnya dianggap sebagai suatu mekanisme yang lebih demokratis dan merupakan solusi untuk mencegah berbagai distorsi yang terjadi pada sistem pemilihan presiden yang pernah ada.
Tujuan diadakannya system pemilihan presiden langsung tiada lain agar proses terciptanya demokrasi partisipatoris di Indonesia berjalan. Sistem demokrasi partisipatoris muncul di sebagian besar negara-negara yang telah mengalami transisi politis ke arah pemerintahan yang lebih demokratis, misalnya di negara-negara Eropa Timur, atau tetangga kita seperti di Thailand dan Filipina. Tumbuhnya perkembangan ke arah demokrasi partisipatoris adalah hasil upaya rakyat untuk menciptakan sistem pengawasan yang lebih efektif terhadap penyalahgunaan mandat rakyat oleh politikus, baik pejabat pemerintah maupun anggota parlemen.
Perlu ditekankan bahwa tumbuhnya demokrasi partisipatoris bukan untuk menggantikan demokrasi perwakilan, melainkan untuk memperkukuh demokrasi perwakilan dan membuatnya semakin efektif dalam mencerminkan kehendak rakyat.
Pengalaman pemilihan presiden tahun 1999 lalu, sarat dimuati intrik-intrik politik yang menodai hasil pemilu. Sampai saat terakhir sebelum hari penghitungan suara, masih terdapat kesimpangsiuran terhadap calon-calon presiden yang ada. Para pemimpin fraksi melakukan tawar-menawar di belakang layar. Kriteria calon presiden pun tidak ditetapkan secara transparan dan demokratis. Pada akhirnya calon-calon yang ditetapkan lebih merupakan hasil konsesi politis antara blok-blok politik yang ada di MPR.
Kelebihan pemilihan presiden langsung diharapkan akan mengurangi distorsi-distorsi atau masalah-masalah yang dihadapi saat pemilihan presiden yang dilakukan oleh MPR. Ada beberapa poin dari sistem pemilihan presiden langsung (SPPL) ini.
Pertama, presiden terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi yang sangat kuat karena didukung oleh suara rakyat yang memberikan suaranya secara langsung. Legitimasi merupakan hal yang sangat diperlukan oleh suatu pemerintahan yang sedang mengalami krisis politik dan ekonomi. Krisis legitimasi telah mengakibatkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang berkepanjangan.
Kedua, presiden terpilih tidak perlu terikat konsesi pada partai-partai atau faksi-faksi politik yang telah memilihnya. Artinya, presiden terpilih berada di atas segala kepentingan dan dapat menjembatani berbagai kepentingan tersebut. Apabila presiden terpilih tidak dapat mengatasi kepentingan-kepentingan parpol, kabinet yang dibentuk cenderung merupakan kabinet koalisi parpol dan bukan kabinet kerja. Padahal, pada masa krisis ekonomi seperti sekarang ini, yang kita perlukan adalah kabinet kerja.
Ketiga, sistem ini menjadi lebih accountable dibandingkan sistem yang sekarang digunakan karena rakyat tidak harus menitipkan suaranya melalui MPR yang tidak seluruhnya merupakan anggota terpilih hasil pemilu. Apabila presiden yang terpilih ternyata kemudian tidak memenuhi harapan rakyat, pada pemilihan berikutnya, kandidat yang bersangkutan tidak akan dipilih kembali.
Keempat, checks and balances antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif dapat lebih seimbang karena di masa yang akan datang, anggota lembaga legislatif juga akan dipilih langsung.
Kelima, kriteria calon presiden dapat dinilai secara langsung oleh rakyat.

Meskipun sistem pemilihan presiden langsung punya kelebihan, masih ada beberapa pihak yang keberatan. Pertama, ada keraguan bahwa rakyat Indonesia sudah siap untuk menerapkan sistem ini pada pemilihan presiden tahun 2004. Alasan utamanya ialah karena tingkat pendidikan serta kesadaran politik yang masih rendah, tingkat emosional rakyat yang cenderung tinggi, serta masih adanya konflik bersenjata bernuansa sara di beberapa wilayah di Indonesia.
Kedua, sistem ini memberi peluang menguntungkan terhadap: a) kandidat dari partai besar dengan dana besar, b) kandidat yang karismatik, dan c) Kandidat dari Pulau Jawa.
Ketiga, memperlemah kedudukan MPR: a) bagaimana tugas utama MPR apabila wewenang Pemilihan presiden tidak lagi berada di tangan MPR? b) kepada siapakah presiden bertanggung jawab apabila presiden tidak lagi dipilih oleh MPR?
Keempat, memperlemah kedudukan DPR. Pemilihan presiden langsung akan memperkokoh kedudukan dan legitimasi terhadap presiden sehingga kemungkinan besar akan memperlemah posisi DPR. Kelima, sistem pemilihan ini akan memakan biaya besar, tidak saja bagi partai-partai politik yang menominasikan kandidatnya, tetapi juga bagi rakyat dan negara karena sedikitnya harus ada dua pemilihan umum berskala besar, yakni pemilihan anggota DPR/MPR, dan pemilihan presiden.
Keenam, sistem pemilihan langsung perlu diterapkan di tingkat lokal terlebih dahulu atau untuk lembaga legislatif terlebih dulu sebelum dilaksanakan untuk pemilihan presiden.
Dalam mekanisme pelaksanaan pemilihan langsung rakyat Indonesia, siap atau tidak, tetap akan melakukan pemilihan presiden pada tahun 2004. Rakyat Indonesia pada dasarnya sudah menyadari penuh akan hak-haknya sebagai warga negara. Andai pemilihan presiden langsung merupakan suatu mekanisme yang menyempurnakan pemenuhan hak-hak rakyat sebagai warga negara, tentu akan lebih demokratis. Pada Pemilu 1999 dalam waktu kurang dari satu tahun, rakyat Indonesia diperkenalkan pada suatu sistem pemilihan baru, berupa sistem pemilihan campuran. Rakyat juga digiring untuk melaksanakan pemilu setelah hanya dua tahun dari pemilu terakhir yang dinyatakan merupakan salah satu pemilu yang memakan banyak korban dalam sejarah Indonesia. Ternyata, berbagai prediksi buruk yang mengawali pelaksanaan Pemilu 1999 tidak menjadi kenyataan.
Pemilu 1999 paling damai yang pernah terjadi di Indonesia, bahkan di dunia. Hal ini dikemukakan oleh mantan presiden AS, Jimmy Carter, yang turut memantau pemilu tersebut. Carter pada saat itu menyatakan kekagumannya terhadap antusiasme, kesabaran, serta toleransi yang ditunjukkan oleh rakyat Indonesia pada saat pemungutan suara dan penghitungan suara.
Justru yang belum siap adalah elite politik yang tidak dapat menerima hasil pemilu dan bertikai terus sehingga menunda hasil penghitungan suara. Ini merupakan pembelajaran dan kesadaran politik yang rendah disebabkan karena partisipasi politik rakyat selama masa Orde Baru sangat dibatasi. Akibatnya, kedewasaan politik rakyat tidak pernah diasah atau dilatih.
Cara efisien dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat melalui pendidikan politik agar melatih rakyat untuk menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu. Ini merupakan metode pendidikan politik yang paling sederhana dan mendasar. Tentunya kedewasaan politik tidak dapat dicapai dalam sekali pelaksanaan pemilu.
Mengingat bahwa pemilu tahun 1999 merupakan pemilu pertama di Indonesia yang relatif bebas dan adil sejak tahun 1955 maka rakyat masih harus melalui beberapa pemilu sebelum kedewasaan politik dicapai. Namun, apabila proses pelatihan itu tidak dimulai sedini mungkin, tingkat kesiapan tersebut tidak akan pernah tercapai. Pendidikan politik tidak dapat ditempuh melalui pendidikan formal. Pendidikan politik adalah pendidikan melalui praktik menerapkan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Pemilu merupakan metode pendidikan politik yang paling sederhana melatih rakyat untuk menggunakan hak-haknya.
Negara-negara yang telah menerapkan sistem pemilihan presiden langsung kebanyakan adalah negara dengan tingkat pendidikan rakyat yang masih rendah, bahkan jauh lebih rendah dari Indonesia. Jadi alasan bahwa tingkat pendidikan formal yang rendah akan menghambat pelaksanaan sistem pemilihan presiden langsung sebenarnya tidak dapat diterima.
Sekali lagi, ini merupakan mekanisme untuk meningkatkan partisipasi dan akuntabilitas publik, bukan ujian untuk mengukur kecerdasan suatu bangsa. Menganggap bahwa rakyat tidak punya tingkat rasionalitas yang cukup untuk dapat menentukan pilihan presidennya merupakan anggapan yang elitis dan seharusnya tidak lagi dikemukakan dalam era reformasi. Ukuran rasionalitas tidak bisa lagi ditentukan oleh elite politik yang relatif berpendidikan tinggi. Rasionalitas pemilih diukur berdasarkan kepentingan, pengalaman, dan ruang lingkup khusus dari para pemilih.
Potensi konflik akan tetap ada selama rasa ketidakpuasan tidak ditangani. Apabila sejak awal sistem pemilihan, kriteria kandidat dan proses tawar-menawar dilakukan secara terbuka, tingkat ketidakpuasan tidak akan begitu memuncak sehingga timbul kerusuhan.
Dalam mengantisipasi pelaksanaan otonomi luas, kita mengharapkan semua pejabat pemerintah di tingkat provinsi mulai dari gubernur sampai lurah akan dipilih secara langsung. Pemilihan presiden merupakan medium yang paling tepat untuk melatih rakyat menuju pelaksanaan pemilihan langsung untuk pejabat daerah. Apabila presiden, sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi saja sudah dipilih langsung, akan mudah untuk mengajukan argumentasi bahwa semua pejabat eksekutif di bawah presiden, juga harus dipilih langsung. Ini juga akan ikut mempersiapkan kesiapan jajaran birokrasi di daerah untuk merombak sistem pengangkatan pejabat yang kini sarat dipengaruhi faktor politis dan KKN.
Masih adanya anggapan bahwa sistem tersebut akan menguntungkan pemilih dari Jawa, terlalu menyederhanakan keragaman kelompok pemilih di Jawa. Pertama, penduduk Jawa sendiri terbagi dalam beberapa kelompok etnis yang berbeda seperti orang Sunda, Betawi, Madura. Pembagian berdasarkan wilayah juga membedakan identitas dari pemilih Jawa seperti orang Yogya, Solo, Surabaya, dan seterusnya. Kedua, suara pemilih Jawa tidak saja akan terbagi secara etnis, tetapi juga secara ideologis dan daya tarik personal kandidat yang bisa melampaui garis batas etnis. Seharusnya di era reformasi ini kita tidak lagi mempersoalkan identitas etnis. Yang perlu ditekankan adalah konsep meritokrasi sehingga semua pemimpin harus dipilih berdasarkan kriteria yang ditetapkan secara objektif untuk jenis pekerjaan yang akan dilaksanakannya.
Sistem pemilihan presiden langsung :
Pertama, first-past-the-post. Kandidat yang memperoleh suara terbanyak langsung memenangkan pemilihan presiden. Dalam sistem ini, seorang kandidat presiden dapat memenangkan pemilihan meskipun hanya meraih kurang dari separuh suara pemilih. Kedua, preferential voting. Pada saat pemilihan, pemilih memberikan peringkat pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya terhadap kandidat presiden yang ada. Kandidat dengan perolehan peringkat pertama yang terbesar otomatis memenangkan pemilihan. Metode ini dapat membingungkan proses penghitungan suara di setiap TPS sehingga penghitungan suara mungkin harus dilakukan secara terpusat.
Ketiga, two-round system atau system run-off. Bila tak seorang pun dari kandidat yang memperoleh mayoritas absolut (50% + 1), dua kandidat dengan perolehan suara terbanyak harus melalui pemilihan tahap kedua beberapa waktu setelah pemilihan tahap pertama. Jumlah suara minimum yang harus diperoleh para kandidat pada pemilihan tahap pertama agar dapat ikut dalam pemilihan tahap kedua bervariasi di beberapa negara. Di Nikaragua 40%, di Kosta Rika 45% dengan keharusan perbedaan sebanyak 10% di atas kandidat lain. Sistem ini paling populer dilaksanakan di negara-negara dengan sistem presidensial.
Keempat, system electoral college. Setiap unit pemilihan (provinsi atau negara bagian) diberi alokasi atau bobot suara dewan pemilih (electoral college) sesuai dengan jumlah penduduknya. Setelah pemilihan presiden, keseluruhan jumlah suara yang diperoleh tiap kandidat di setiap unit pemilihan tersebut dihitung. Pemenang di setiap negara bagian berhak memperoleh keseluruhan suara dewan pemilih di negara bagian yang bersangkutan.
Berbagai kekhawatiran maupun keberatan terhadap sistem pemilihan presiden langsung dapat dicegah atau dikurangi dengan merancang mekanisme pemilihan presiden langsung yang lengkap mulai dari proses nominasi sampai dengan distribusi kekuasaan.
Di banyak negara yang punya sistem pemilihan presiden langsung, nominasi kandidat independen atau kandidat yang tidak memiliki basis parpol diizinkan. Biasanya, persyaratan nominasi kandidat independen akan berbeda dengan kandidat dari parpol. Apabila kandidat independen dibolehkan untuk mengikuti pemilihan presiden langsung, kami usulkan agar syarat-syarat nominasi adalah sebagai berikut. a. Memperoleh dukungan tandatangan minimum 3% dari suara pemilih (sekira 120 juta) b. Tandatangan tersebut terdistribusi secara proporsional di mayoritas provinsi di Indonesia.
MPR baru atau parlemen perlu mengatur mekanisme mengenai dana kampanye yang mencakup jumlah maksimum penerimaan dan pengeluaran, batas waktu pengeluaran untuk kampanye, jenis-jenis donatur kampanye, metode penggalangan dana, serta aturan mengenai penerimaan dana negara.
Di samping itu, perlu dirancang mekanisme impeachment terhadap presiden yang mencakup pelanggaran jenis mana yang dapat mengakibatkan impeachment serta proses pelaksanaan impeachment tersebut. Usulan impeachment dapat berasal dari DPR, sedangkan proses peradilan dilakukan oleh dewan daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar