Rabu, 06 Juni 2012

Pada Keteguhan Imannya Ada Gambaran Mahalnya Surga

Oleh : Syamsul Bahri
****
            “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. “
(Al Baqarah ayat 214)
*****

        Surga begitu indah. Di dalamnya ada bidadari, berkulit putih, bermata bening. Ia adalah makhluq terindah yang Allah siapkan untuk hamba-Nya yang beriman. Di dalam Surga ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya. Sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah warna dan cita rasanya. Sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring.
Dalam surga itu penghuninya  dihiasi dengan gelang emas, pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Makanannya pun terdiri dari berbagai macam buah-buahan. Termasuk di antaranya buah deliama Tak perlu susah payah meraihnya, tinggal berkata, “aku menginginkannya”
Dalam surga terdapat seratus derajat yang Allah persiapkan bagi para mujahidin di jalan-Nya, yang jarak antara setiap dua tingkatan bagaikan antara langit dan bumi, maka jika kalian meminta Allah, mintalah surga firdaus, sebab firdaus adalah surga yang paling tengah dan paling tinggi, di atasnya ada singgasana Ar-Rahman, dan daripadanya sungai surga memancar.” (HR. Al-Bukhari no. 7423)
         Begitu Indah bukan? Keindahannya sungguh tak pernah terlintas dalam benak kita. Belum pernah terdengar oleh telinga dan juga belum pernah terlihat oleh indra mata.
          “Allah ‘azza wajalla berfirman: ‘Aku telah menyiapkan sesuatu yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga dan tidak pernah terlintas dibenak manusia untuk hamba-hambaKu yang shalih.’ Pembenarnya ada didalam kitab Allah ‘azza wajalla: “Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (As Sajdah: 17) (HR. Al-Bukhari no. 3244 dan Muslim no. 2824)
       Tapi, apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti yang di alami oleh orang-orang terdahulu sebelum kamu?
Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. “
             Dalam catatan sejarah, ummat terdahulu mengalami ujian yang begitu dahsyat. Ke dahsyatannya mengguncang setiap jiwa yang mengalaminya. Apa yang di alami Rasulullah dan para sahabatnya telah cukup memberi penjelasan kepada kita tentang mahalnya surga yang kita damba-dambakan saat ini.
Berceritalah Abdullah bin Amr bin Ash, Ketika Nabi saw sedang shalat di Ka’bah , tiba-tiba datang ‘Uqbah bin Abi Mu’ith mencekik leher Beliau sekuat tenaganya dengan kainnya. Kemudian Abu Bakar datang menyelamatkan Beliau dengan memegang kedua lengan ‘Uqbah dan menjauhkannya dari Nabi saw, seraya berkata :“ Apakah kalian hendak membunuh seorang yang mengucapkan Rabb-ku adalah Allah?“
        Tidak hanya itu, Uqbah bin Abi Mu’ith pernah membawa kotoran binatang, kemudian melemparkannya di atas punggung Nabi Saw, yang sedang sujud menghadap Rabb-Nya. Beliau tidak mengangkat kepalanya sehingga datang Fatimah r.a. membersihkan dan melaknati orang yang melakukan perbuatan keji tersebut.
            Dalam kesempatan yang lain, ketika Rasulullah Saw. berjalan di lorong-lorong makkah untuk menyampaikan da’wah dan risalahnya. Beberapa orang kafir Quraisy sengaja menaburkan debu di kepala Beliau yang mulia itu, Sehingga Beliau pulang ke rumah dalam kondisi kepala kotor berlumuran debu. Sambil menyeka air matanya, Fatimah r.a membersihkan kepala ayahnya seraya berkata,”Kasihan ayahku!” Bila melihat putri kesayangannya menangis, Rasulullah biasa berkata,”Jangan menangis anakku, sesungguhnya Allah bersama ayahmu!”
            Para sahabat juga demikian. Siksaan adalah hal yang kerap terjadi pada masa-masa awal Islam disebarkan. Di antara mereka ada yang ditindih dengan batu di bawah terik matahari yang membakar. Mereka diseret, dicambuk, diinjak di lautan padang pasir yang gersang, agar kalimat tauhid yang selama ini menyatu dengan darah dagingnya, di ingkari kemudian di lawan. Kulit hitamnya pun melepuh. Keringat asin dan darah segarnya berpeluh. Raga yang sudah sakit tak lantas membuat imannya goyah, tanpa beban sedikitpun lisannya berikrar,”Ahad, Ahad, Ahad.” Dialah Bilal bin Rabbah yang kemudian kita kenal sebagai muadzin Rasulullah Saw. yang apabila mengumandangkan adzan, maka bergetarlah Langit yang ketujuh.
             Adalah Sumayyah binti Khayyat istri dari Yasir radiyallahu anhuma memberikan kita pelajaran yang mahal, betapa surga tak didapatkan dengan hanya berdiam diri di rumah saja. Ia adalah syahidah pertama yang tercatat di dalam lembar sejarah, ketika harus meregang nyawa dalam mempertahankan keyakinannya di tangan kaum Musyrikin Jahiliyah.
            Keluarga Yasir ini memang berada di bawah kendali tuannya kala itu. Semenjak kabar keislamannya tersiar, mereka diperintahkan untuk ditangkap. Mereka diseret ke padang pasir. Di sanalah mereka disiksa oleh tangan-tangan nista. Tangan dan kaki mereka diikat lalu dilemparkan diatas kerikil tajam dan panas.  Cambuk yang melukai tubuh mereka tak mampu melunturkan keyakinan mereka terhadap kebenaran Islam.
Sumayyah binti khayyat kemudian dibuang di suatu tempat dan dikubur dengan tumpukan pasir yang sudah mencapai titik didihnya. Tak hanya itu, sebongkah batu besar diletakkan di atas dadanya, tapi tak ada sediktpun rintihan yang terdengar. Tak ada keluahan yang terlontar. Tak sediktpun sumayyah meratapi penyiksaan yang dialaminya melainkan ucapan,”Ahad, Ahad, Ahad.” selalu di ulanginya. Beliau mengulang-ulang kata tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Yasir, Ammar dan Bilal.
            Suatu ketika Rasulullah Saw. menyaksikan keluarga muslim tersebut yang tengah disiksa dengan kejam maka beliau menengadahkan tangan ke langit dan berseru “Bersabarlah wahai keluarga Yasir karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah surga.”
Sumayyah mendengar seruan Rasulullah Saw. itu, maka beliau bertambah tegar dan optimis. Dengan kewibawaan imannya dia mengulang-ulang dengan berani “Aku bersaksi bahwa Engkau adalah Rasulullah dan aku bersaksi bahwa janjimu adalah benar.”
            Merah padamlah muka Abu Jahal. Dengan hati sangat mendongkol ia mengambil tombak dan menusukkannya ke arah kemaluan Sumayyah sehingga tembus sampai ke punggungnya. Maka terbanglah nyawa beliau yangg beriman dan suci bersih dari raganya. Beliau adalah wanita pertama yang mati syahid dalam Islam. Beliau gugur setelah memberikan contoh baik dan mulia bagi kita dalam hal keberanian dan keimanan.
            Begitulah Sumayyah telah merasakan lezat dan manisnya iman sehingga bagi beliau kematian adalah sesuatu yang remeh dalam rangka memperjuangkan akidahnya. Di hatinya telah dipenuhi akan kebesaran Allah Azza wa Jalla maka dia menganggap kecil tiap siksaan yg dilakukan oleh para Musyrikin yang zhalim. Mereka tidak kuasa menggeser keimanan dan keyakinannya sekalipun hanya satu langkah semut.
            Adakah kita saat ini, ketika mengatakan kebaikan dan melakukan perbaikan mendapatkan ujian seperti itu?
 Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. “ (Al Baqarah ayat 214)
            Al-Hafizh Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini menukil pendapat Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Mujahid, Sa’id ibnu Jubair, Murrah Al-Hamdani, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, Ar-Ra’bi, As-Saddi dan Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa “al-ba’saa’u” artinya kemiskinan, sedangkan “adh-dharraaa’u” artinya penyakit. “Wazul ziluu” artinya takut oleh musuh dengan takut yang sangat.
Para sahabat pernah berkeluh kesah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkait ujian yang menimpa saat memperjuangkan Islam. Hadits dari Khabbab bin Al-Art rahiyallahu ‘anhu bertutur tentang hal itu. Khabbab rahiyallahu ‘anhu berkata:
             Kami berkeluh kesah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau tengah berbantal kain burdah dalam naungan Ka’bah. Kami berkata: “Tidakkah engkau memohonkan pertolongan bagi kami? Tidakkah engkau mendoakan kami?” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh telah terjadi pada orang-orang sebelum kalian, seorang lelaki diambil lantas ditanam dalam tanah. Dalam keadaan seperti itu, kemudian didatangkan gergaji yang diletakkan di atas kepalanya. Maka (akibat digergaji) jadilah kepalanya terbelah dua. Lantas tubuhnya disisir dengan sisir yang terbuat dari besi hingga mengelupas daging dari tulangnya. Namun demikian, tidaklah hal itu menjadikan dia terhalang dari agamanya (dia tetap kokoh dalam agamanya).
Sungguh Allah akan menyempurnakan agama ini hingga orang yang berkendaraan tidak merasa takut, kecuali hanya kepada Allah, saat melintas dari Shan’a ke Hadramaut. Begitu pula tanpa takut serigala akan memakan kambingnya. Akan tetapi kalian bersikap tergesa-gesa.” (HR. Al-Bukhari no. 6943). Lihat Tafsir Ibnu Katsir Juz 1 hal.413-414 Pustaka Imam as-Syafi’i
             Begitulah wahai jiwa pendamba surga. Setiap lisan yang berikrar dengan kalimat tauhid, sudah barang tentu memahami konsekuensi dari kalimat ini. Jangan pernah bermimpi masuk surga, sebelum keimanan kita di uji ketebalannya. Jangan pernah berkhayal untuk duduk di dampingi bidadari, jika kita belum benar-benar siap menerima segala cemohan, cibiran ejekan dari siapapun ketika kita berusaha melakukan kebaikan dan perbaikan dalam keluarga dan masyarakat kita. Sudah merupakan sunnatullah bahwa setiap iman yang terpatri dalam dada, akan di uji kualitasnya oleh Allah Swt. agar terlihat jelas, siapa yang benar-benar beriman dan siapa yang hanya berpura-pura.
             Jika tak ada jalan yang terjal, maka mustahil kita akan mendapatkan sopir yang handal. Laut yang tenang takkan pernah menghasilkan pelaut yang tangguh. Langit yang cerah takkan pernah menghasilkan pilot yang handal. Jika tak ada api yang membakar, maka tidak akan kita dapati mata pisau yang tajam. Begitu halnya dengan keimanan kita. Sesekali ia perlu di uji. Sejauh mana ketangguhannya selama ini. Sesekali kita perlu di caci maki, agar kita tahu seperti apa kesabaran yang kita miliki saat ini.
             Iman yang kuat, tidaklah terlahir dari sanjungan dan pujian, tetapi ia terlahir dari kerasnya cobaan dan ujian yang mengguncang jiwa kita. Iman yang tangguh, tidak akan pernah di miliki oleh orang-orang yang terlalu banyak mengeluh. Akan tetapi iman yang tangguh itu hanyalah di miliki oleh orang-orang yang tegar sehingga keluhan itu mengeluh karena tak mampu merobohkan tekadnya. Tak seperti kebanyakan kita saat ini. Jika tersandung batu kerikil saja, maka se antero dunia akan tahu karena kita tulis di dinding “ratapan” kita di berbagai sosial media. Jika demikian, dengan cara apa kita kelak masuk surga?
Ku tanyakan pada diri ini sekali lagi,
apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti yang di alami oleh orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. “ (Al Baqarah ayat 214).
Semoga Allah meneguhkan Iman kita. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar