Rabu, 03 Juli 2013

BBM dan Keberanian PKS

Oleh : Syamsul Bahri
Bukan rahasia lagi, keberadaan PKS di lingkaran koalisi telah menimbulkan kegaduhan. Sikap PKS yang kerap berseberangan dengan pemerintah dalam berbagai kesempatan dan kebijakan, dianggap sebagai langkah tabu dan sangat tidak lazim bagi sebuah partai yang tergabung dalam barisan koalisi. Akibatnya, pemerintah di buat repot.
Sebagian politisi yang tergabung dalam partai pemerintahpun kerap melontarkan kritikan keras terhadap sikap partai yang lahir dari gerakan Tarbiyah ini. Mulai dari tudingan tidak konsisten, tidak punya komitmen sampai pada ancaman mendepak PKS keluar dari koalisi, karena dianggap telah melanggar kontrak yang telah ditandatangani bersama. "Lebih baik kita mengeluarkan mereka dari koalisi, karena ini sudah kebangetan, dan menteri-menterinya itu dicopot,” kata politikus Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, di Jakarta. Seperti yang dilansir detik.com pada hari Selasa, (04/06/2013).


Komentar mantan pemain film Gerhana ini keluar, lantaran rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada pertengahan juni mendatang, dengan tegas dan terang-terangan ditolak PKS. Bahkan keputusan (menolak) tersebut menjadi keputusan final Fraksi PKS di DPR RI, sabagaimana yang disampaikan oleh Wasekjen PKS, Mahfudz Sidiq."Fraksi sudah pleno dan keputusan PKS menolak kenaikan harga BBM," tegas Mahfudz Sebagaimana ditulis detik.com, Kamis (30/5/2013) 

Sebetulnya, bukan kali ini saja PKS mengambil keputusan berani. Pada Tahun 2012 silam, saat sidang paripurna pengesahan UU yang menjadi payung hukum pemerintah dalam menaikkan harga BBM bersubsidi, PKS bersama Golkar, PDIP, Hanura dan Gerindra menolak rencana tersebut. Sehingga, suara geram dari politisi pemerintah yang ingin melempar PKS keluar, terdengar cukup nyaring. Namun, suara gaduh tersebut hilang seketika, saat peresiden SBY memilih untuk mempertahankan PKS dari koalisi.

Sikaf penolakan PKS kali ini, harus diakui sebagai langkah paling berani. Gema penolakan rencana kenaikan harga BBM tersebut tidak hanya terdengar di Senayan, tetapi telah di suarakan secara massif, di hampir seluruh provinsi, kabupaten/Kota yang ada, melalui spanduk-spanduk yang bertebaran dengan bertuliskan,"PKS, Menolak Kenaikan Harga BBM". Dampak dari semua itu adalah mayoritas masyarakat mendukung langkah PKS dengan prosentase dukungan mencapai 62,35% sebagaimana dilansir LSI dalam sebuah acara Talkshow di TVOne.

Keberanian PKS ini, bukan tanpa alasan. Mereka punya pandangan berbeda dengan pemerintah dan mayoritas parpol yang tergabung dalam koalisi. Golkar yang pada tahun lalu ikut menolak kenaikan harga BBM, kini juga berbalik arah mendukung pemerintah. Bahkan partai Gerindra yang tidak ada sangkut pautnya dengan koalisi, turut serta memberi dukungan kepada pemerintah melalui Ketua Dewan Pembinanya, Prabowo Subianto. Alasan mereka sederhana, kepentingan negara harus didahulukan, karena subsidi BBM berpotensi menjebol keuangan negara yang pada tahun 2013 telah mencapai Rp. 193 Triliun dari APBN. Hanya PKS, Hanura dan PDIP yang bersikukuh menolak. Namun, sikaf PDIP dan Hanura dinilai sangat wajar, karena mereka berada di luar pagar. Yang cukup fenomenal adalah PKS, karena mereka adalah bagian dari pemerintah.

PKS sendiri berpandangan bahwa pemerintah miskin alasan untuk menaikkan harga BBM. Mengingat tidak ada gejolak harga minyak mentah dunia yang dapat mempengaruhi harga BBM dalam negeri. Membengkaknya subsidi BBM lebih dikarenakan pada tata kelola energi yang tidak diurus pemerintah dan terkesan dibiarkan.
Selain itu, penaikan harga BBM pada pertengahan juni hanya akan menambah beban ekonomi rakyat miskin. Serta berpotensi menaikkan angka kemiskinan dan pengangguran, akibat inflasi yang tinggi, daya beli masyarakat yang menurun. Karena pada bulan Juni sampai Agustus adalah bulan-bulan dimana permintaan pasar mengalami peningkatan, mengingat saat itu bertepatan dengan momentum bulan Ramadhan, persiapan Idhul Fitri dan datangnya Tahun Ajaran baru.
PKS juga beranggapan skenario penaikan harga BBM yang diikuti dengan program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat(BLSM) syarat dengan muatan politik. Disamping juga tidak akan menyelesaikan permasalah pokok yang terkesan sengaja dibiarkan. Hal tersebut mengacu pada skenario serupa pada tahun 2008 silam.
Pada tanggal 24 Mei 2008 harga BBM dinaikan menjadi Rp.6.000/liter, lalu pada 1 Desember 2008 diturunkan menjadi Rp.5.500/liter, pada tanggal 15 Desember 2008 diturunkan lagi jadi Rp.5.000/liter, dan pada  15 Januari 2009 (persis 3 bulan sebelum Pemilu 2009) harga BBM diturunkan lagi menjadi Rp.4.500/liter. Sehingga ada 2 keuntungan politis yang dirampas pemerintah, pencitraan lewat pembagian BLT dan pencitraan dengan penurunan harga BBM hingga 3 kali.

Jadi, alasan tersebut di atas lah yang mendorong PKS berani mengambil keputusan melawan arus. Tanpa peduli dengan efek samping dari keputusan yang mereka ambil. PKS rupanya ingin mengajarkan kepada bangsa Indonesia akan pentingnya karakter yang kritis konstruktif, tanpa peduli pada citra maupun kursi jabatan yang diraihnya. Bravo PKS !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar