Oleh : Syamsul Bahri
Bukan rahasia lagi, keberadaan PKS di lingkaran koalisi telah menimbulkan kegaduhan. Sikap PKS yang kerap berseberangan dengan pemerintah dalam berbagai kesempatan dan kebijakan, dianggap sebagai langkah tabu dan sangat tidak lazim bagi sebuah partai yang tergabung dalam barisan koalisi. Akibatnya, pemerintah di buat repot.
Sebagian politisi yang tergabung dalam partai pemerintahpun kerap melontarkan kritikan keras terhadap sikap partai yang lahir dari gerakan Tarbiyah ini. Mulai dari tudingan tidak konsisten, tidak punya komitmen sampai pada ancaman mendepak PKS keluar dari koalisi, karena dianggap telah melanggar kontrak yang telah ditandatangani bersama. "Lebih baik kita mengeluarkan mereka dari koalisi, karena ini sudah kebangetan, dan menteri-menterinya itu dicopot,” kata politikus Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, di Jakarta. Seperti yang dilansir detik.com pada hari Selasa, (04/06/2013).
Bukan rahasia lagi, keberadaan PKS di lingkaran koalisi telah menimbulkan kegaduhan. Sikap PKS yang kerap berseberangan dengan pemerintah dalam berbagai kesempatan dan kebijakan, dianggap sebagai langkah tabu dan sangat tidak lazim bagi sebuah partai yang tergabung dalam barisan koalisi. Akibatnya, pemerintah di buat repot.
Sebagian politisi yang tergabung dalam partai pemerintahpun kerap melontarkan kritikan keras terhadap sikap partai yang lahir dari gerakan Tarbiyah ini. Mulai dari tudingan tidak konsisten, tidak punya komitmen sampai pada ancaman mendepak PKS keluar dari koalisi, karena dianggap telah melanggar kontrak yang telah ditandatangani bersama. "Lebih baik kita mengeluarkan mereka dari koalisi, karena ini sudah kebangetan, dan menteri-menterinya itu dicopot,” kata politikus Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, di Jakarta. Seperti yang dilansir detik.com pada hari Selasa, (04/06/2013).
Komentar mantan pemain film Gerhana ini keluar,
lantaran rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada
pertengahan juni mendatang, dengan tegas dan terang-terangan ditolak
PKS. Bahkan keputusan (menolak) tersebut menjadi keputusan final Fraksi
PKS di DPR RI, sabagaimana yang disampaikan oleh Wasekjen PKS, Mahfudz
Sidiq."Fraksi sudah pleno dan keputusan PKS menolak kenaikan harga BBM,"
tegas Mahfudz Sebagaimana ditulis detik.com, Kamis (30/5/2013)
Sebetulnya,
bukan kali ini saja PKS mengambil keputusan berani. Pada Tahun 2012
silam, saat sidang paripurna pengesahan UU yang menjadi payung hukum
pemerintah dalam menaikkan harga BBM bersubsidi, PKS bersama Golkar,
PDIP, Hanura dan Gerindra menolak rencana tersebut. Sehingga, suara
geram dari politisi pemerintah yang ingin melempar PKS keluar, terdengar
cukup nyaring. Namun, suara gaduh tersebut hilang seketika, saat
peresiden SBY memilih untuk mempertahankan PKS dari koalisi.
Sikaf
penolakan PKS kali ini, harus diakui sebagai langkah paling berani.
Gema penolakan rencana kenaikan harga BBM tersebut tidak hanya terdengar
di Senayan, tetapi telah di suarakan secara massif, di hampir seluruh
provinsi, kabupaten/Kota yang ada, melalui spanduk-spanduk yang
bertebaran dengan bertuliskan,"PKS, Menolak Kenaikan Harga BBM". Dampak
dari semua itu adalah mayoritas masyarakat mendukung langkah PKS dengan
prosentase dukungan mencapai 62,35% sebagaimana dilansir LSI dalam
sebuah acara Talkshow di TVOne.
Keberanian PKS ini, bukan tanpa
alasan. Mereka punya pandangan berbeda dengan pemerintah dan mayoritas
parpol yang tergabung dalam koalisi. Golkar yang pada tahun lalu ikut
menolak kenaikan harga BBM, kini juga berbalik arah mendukung
pemerintah. Bahkan partai Gerindra yang tidak ada sangkut pautnya dengan
koalisi, turut serta memberi dukungan kepada pemerintah melalui Ketua
Dewan Pembinanya, Prabowo Subianto. Alasan mereka sederhana, kepentingan
negara harus didahulukan, karena subsidi BBM berpotensi menjebol
keuangan negara yang pada tahun 2013 telah mencapai Rp. 193 Triliun dari
APBN. Hanya PKS, Hanura dan PDIP yang bersikukuh menolak. Namun, sikaf
PDIP dan Hanura dinilai sangat wajar, karena mereka berada di luar
pagar. Yang cukup fenomenal adalah PKS, karena mereka adalah bagian dari
pemerintah.
PKS sendiri berpandangan bahwa pemerintah miskin
alasan untuk menaikkan harga BBM. Mengingat tidak ada gejolak harga
minyak mentah dunia yang dapat mempengaruhi harga BBM dalam negeri.
Membengkaknya subsidi BBM lebih dikarenakan pada tata kelola energi yang
tidak diurus pemerintah dan terkesan dibiarkan.
Selain itu, penaikan
harga BBM pada pertengahan juni hanya akan menambah beban ekonomi
rakyat miskin. Serta berpotensi menaikkan angka kemiskinan dan
pengangguran, akibat inflasi yang tinggi, daya beli masyarakat yang
menurun. Karena pada bulan Juni sampai Agustus adalah bulan-bulan dimana
permintaan pasar mengalami peningkatan, mengingat saat itu bertepatan
dengan momentum bulan Ramadhan, persiapan Idhul Fitri dan datangnya
Tahun Ajaran baru.
PKS juga beranggapan skenario penaikan harga BBM
yang diikuti dengan program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat(BLSM)
syarat dengan muatan politik. Disamping juga tidak akan menyelesaikan
permasalah pokok yang terkesan sengaja dibiarkan. Hal tersebut mengacu
pada skenario serupa pada tahun 2008 silam.
Pada tanggal 24 Mei 2008
harga BBM dinaikan menjadi Rp.6.000/liter, lalu pada 1 Desember 2008
diturunkan menjadi Rp.5.500/liter, pada tanggal 15 Desember 2008
diturunkan lagi jadi Rp.5.000/liter, dan pada 15 Januari 2009 (persis 3
bulan sebelum Pemilu 2009) harga BBM diturunkan lagi menjadi
Rp.4.500/liter. Sehingga ada 2 keuntungan politis yang dirampas
pemerintah, pencitraan lewat pembagian BLT dan pencitraan dengan
penurunan harga BBM hingga 3 kali.
Jadi, alasan tersebut di atas
lah yang mendorong PKS berani mengambil keputusan melawan arus. Tanpa
peduli dengan efek samping dari keputusan yang mereka ambil. PKS rupanya
ingin mengajarkan kepada bangsa Indonesia akan pentingnya karakter yang
kritis konstruktif, tanpa peduli pada citra maupun kursi jabatan yang
diraihnya. Bravo PKS !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar