Oleh : Syamsul Bahri
****)I(****
Judul Buku : Musim Semi Revolusi Dunia Arab
Penulis : Abu Ghozzah,Lc
Penerbit : Maktabah Gaza
Tebal Buku : 160 halaman.
Cetakan ke :II, Rabiul Awal 1433 H/Februari 2012.
****)I(****
Sebelum kita melihat lebih jauh tentang isi buku tersebut, maka perlu kita fahami apa yang menjadi latar belakang penulis memberikan judul bukunya. Karena judul sebuah buku adalah representasi/perwakilan dari ide, gagasan, pesan yang ingin disampaikan oleh penulis kepada para pembacanya. Atau secara sederhana dapat kita katakan bahwa judul buku adalah Intisari buku. Olehkarenanya, kita mencoba mengurai sedikit definisi dari Judul buku yang dimaksud.
Setidaknya Judul buku tersebut terdiri dari tiga penggalan kata/istilah yang terdiri dari; Musim Semi, Revolusi, Dunia Arab. Berikut penjelasannya.
Musim semi yaitu peralihan dari musim dingin ke musim panas. Di belahan utara bumi, musim semi dimulai sekitar tanggal 21 Maret hingga 21 Juni , sementara di belahan selatan bumi musim semi dimulai sekitar tanggal 23 September hingga 21 Desember . Musim semi terjadi setelah musim dingin, dimana tumbuh-tumbuhan mekar kembali, karna itulah musim semi juga disebut "musim bunga".(Wikipedia)
Revolusi. Wikipedia menyebutkan Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan.
Revolusi menghendaki suatu upaya untuk merobohkan, menjebol, dan membangun dari sistem lama kepada suatu sistem yang sama sekali baru.
Dalam pengertian umum, revolusi mencakup jenis perubahan apapun yang memenuhi syarat-syarat tersebut. Misalnya Revolusi Industri yang mengubah wajah dunia menjadi modern. Dalam definisi yang lebih sempit, revolusi umumnya dipahami sebagai perubahan politik. (SHVOONG.com/Pengertian Revolusi)
Dan yang terakhir adalah Dunia Arab. Dunia arab dalam bahasa arab di sebut al-`alam al-`arabi yakni merujuk pada negara berbahasa Arab yang terbentang dari Samudra Atlantik di barat hingga Laut Arab di timur, dan dari Laut Tengah di utara hingga Tanduk Afrika dan Samudra Hindia di tenggara. Dunia Arab terdiri dari 24 negara dan wilayah dengan populasi 325 juta dalam dua benua. (Wikipedia.)
Melihat beberapa definisi tersebut di atas, maka Judul buku,”Musim Semi Revolusi Dunia Arab”, dapat kita tarik kesimpulan bahwa, sebuah buku yang menceritakan tentang kondisi dimana terjadinya perubahan yang sangat cepat, baik dari sisi politik, ekonomi, sosial,budaya dan semacamnya yang menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat di Dunia Arab. Hal tersebut ditandai dengan adanya upaya mengganti sistem (kekuasaan) lama, menuju sistem (kekuasaan) yang baru secara damai ataupun melalui pressure (tekanan) yang diyakini dapat memberikan perubahan ke arah pembangunan yang lebih baik.
Dalam pengantar buku ini, Penyusun (Abu Ghozzah,Lc) terlebih dahulu memaparkan situasi politik Masyarakat Arab ketika meletusnya Revolusi yang dimulai dari Tunisia. Tunisia hanya membutuhkan waktu satu pekan untuk menggulingkan rezim Ben Ali dan dalam waktu delapan bulan berikutnya mampu menyelenggarakan pemilu secara demokratis dan aman. Pada pemilihan tersebut, Hizbul Harokah An-Nahdhah yang berafiliasi ke Jamaah Ikhwanul Muslimun berhasil keluar sebagai pemenangnya.
Keberhasilan rakyat Tunisia ini, kemudian menyebar dengan cepat ke berbagai negara arab lainnya. Mesir, adalah salah satu negara berikutnya yang mengikuti jejak Tunisia. Jutaan rakyat Mesir turun ke jalan membawa semangat Revolusi. Masa pendemo yang terdiri dari ragam agama, profesi dan jenis kelamin ini menuntut diakhirinya rezim Mubarak yang telah berkuasa selama 30 tahun. Dan hanya butuh waktu delapan belas hari, rezim diktator Husni Mubarak pun berhasil dilengserkan dalam peristiwa fenomenal,’Revolusi 25 Januari’.
Selanjutnya, Masyarakat Mesir mengadakan pemilihan umum secara demokratis. Dan pada pemilu tersebut Hizbul Hurriyah wal Adalah keluar sebagai pemenangnya. Partai bentukan Ikhwanul Muslimun itu, telah berhasil meraih simpati masyarakat Mesir dengan perolehan suara yang cukup signifikan.
Berikutnya, di Maroko. Secara diam-diam angin reformasi juga berimbas pada amandemen undang-undang yang dilakukan pada bulan juli lalu (Juli 2011-edt). Di antara klausul amandemen itu menyebutkan bahwa Raja mengangkat Perdana Menteri dari partai yang paling banyak kursinya diparlemen. Dan, partai Islam, Hizbul Adalah Wat-Tanmiyah memenangi hajat demokrasi itu. Partai tersebut juga diyakini sebagai kepanjangan tangan jamaah Ikhwanul Muslimun.
Di Libya juga demikian, meski berdarah-darah dan kehancuran di mana-mana, akhirnya rakyat meraih kebebasannya dan sekarang meretas jalan transisi menuju demokrasi yang damai.
Di Yaman, presidennya sudah menyerahkan kekuasaannya dan dibentuklah pemerintahan rekonsiliasi nasional sampai pelaksanaan pemilu presiden pada Februari 2012.
Di Suriah, meski pemerintah Suriah masih bersikeras melanggengkan kekuasaannya, tidak mengindahkan seruan Liga Arab dan seruan Dunia Internasional mengikuti jejak Yaman, namun lambat laun tapi pasti rakyatnya akan mendapatkan hak kebebasannya.
Peran Ikhwanul Muslimun Dalam Revolusi Damai 25 Januari 2011
Revolusi yang terjadi di dunia Arab, diyakini sebagai awal kebangkitan dunia Islam. Karena di saat yang bersamaan negera-negara Eropa dilanda krisis ekonomi yang sangat parah. Di tambah lagi, munculnya partai politik yang mengusung ideologi ke Islaman telah tampil menjadi pemenang pada pemilu-pemilu yang diselenggarakan. Bahkan, gerakan Islam yang sebelumnya apriori terhadap partai politik seperti Salafi juga turut ambil bagian dalam mengisi kekuasaan.
Fenomena tersebut juga dianggap sebagai masa perubahan peradaban dunia, atau apa yang disebut oleh Ustz. Anis Matta sebagai momentum persimpangan sejarah. Mengapa dikatakan demikian? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita mencoba membacanya dengan dua pendekatan teori, yaitu Teori Konspirasi dan Teori Siklus Sejarah.
1. Teori Konspirasi (Conspiracy Theory)
Teori konspirasi adalah teori-teori yang berusaha menjelaskan bahwa penyebab tertinggi dari satu atau serangkaian peristiwa (pada umumnya peristiwa politik, sosial, atau sejarah) adalah suatu yang bersifat rahasia, dan seringkali memperdaya, direncanakan diam-diam oleh sekelompok rahasia orang-orang atau organisasi yang sangat berkuasa atau berpengaruh.
Banyak teori konspirasi yang mengklaim bahwa peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah telah didominasi oleh para konspirator belakang layar yang memanipulasi kejadian-kejadian politik.
Dalam konteks politik (kekuasaan), setidaknya ada tiga kubu yang terlibat. Pertama, kubu pendukung yaitu mereka yang berada di dalam lingkaran kekuasaan, baik sebagai pendukung utama maupun sebagai pengusung dalam sebuah kesepakatan (koalisi). Kedua, kubu penentang yang mencoba mengimbangi pengaruh dari kekuasaan, menggulingkannya atau merebutnya. Kelompok ini biasa disebut kubu oposisi.
Kedua kelompok pertama ini akan mencoba merebut simpati kepada kelompok ketiga, yaitu kelompok sipil (civil society). Kelompok ini tidak berada pada lingkaran kekuasaan yang mendukung juga tidak dalam posisi yang menentang. Namun, keberadaannya diyakini sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam suatu negara. Artinya bahwa, bilamana kekuasaan dianggap mampu mewujudkan harapan dan kepentingan bersama, maka kelompok tersebut akan berpihak kepada kekuasaan. Sebaliknya bila kekuasaan dipandang sebagai rezim yang otoriter, korup, dan diktator, maka kelompok sipil akan menjadi kekuatan besar yang akan berhadapan dengan kekuasaan.
Bila kita cermati dengan seksama apa yang terjadi di dunia arab saat ini, maka kita akan melihat bahwa ada sebuah gerakan terorganisir yang mencoba membangunkan kesadaran bangsa Arab secara masif atas ke sewenang-wenangan para pemimpinnya. Gerakan tersebut bekerja secara rahasia, tanpa disadari oleh lawan politiknya. Dan gerakan tersebut telah berhasil mengobarkan semangat perlawanan terhadap penguasa tiran yang pada akhirnya sukses meletuskan revolusi.
Para pengamat percaya bahwa konspirator yang berada dibelakang layar Revolusi dunia Arab adalah gerakan Islam yang dimotori oleh Ikhwanul Muslimun. Itu terlihat ketika
Demonstrasi berlangsung, para demonstran tampak rapi, terkoordinasi dengan baik, sehingga kemungkinan-kemungkinan para penyusup yang mencoba menggagalkan agenda revolusi dapat diantisipasi dengan baik.
Tidak mungkin massa yang begitu banyak memadati jalan-jalan di kota kairo, kemudian berkumpul di Maidan Tahrir dapat berlangsung aman, damai dan terkendali jika tidak ada sebuah kekuatan besar yang mengendalikannya?! Kesimpulan itu semakin diperkuat ketika partai yang berafiliasi kepada jama’ah ini berhasil menjadi pemenang pemilu.
2. Terori Siklus Sejarah
Terori ini di sodorkan oleh Ibnu Khaldun (1332-1406) melalui karya monumentalnya yakni, Mukaddimah. Dalam buku tersebut, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pemerintah suatu negara memilki usia alami layaknya manusia.
Ibnu Khaldun mendasari pendapatnya dengan firman Allah dalam Qs. Al-A’raf:34 yang mengatakan,”Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”
Metamorfosa pemerintahan sangat dipengaruhi oleh gaya hidup penguasanya dan fase-fase yang dilaluinya. Para penyelenggara negara memilki gaya hidup tertentu dalam setiap fase yang berbeda dengan fase yang lain. Dan biasanya sebuah pemerintahan akan melalui lima fase, yaitu :
Pertama, fase pemantapan kekuasaan dengan cara menggulingkan (kudeta) dan penguasaan terhadap para pembela dan pendukungnya, serta merebut kekuasaan dari tangan penguasa sebelumnya.
Kedua, Fase Otoriter dan kesewenang-wenangan terhadap rakyatnya dan bersikap individual dalam menjalankan pemerintahan dengan cara mengekang, mengebiri, membungkam, dan membatasi perena mereka dalam urusan pemerintahan.
Ketiga, Fase stabilitas dan ketenangan karena manfaat dari kekuasaan telah berhasil diperoleh, dimana karakter manusia memang cenderung demikian. Pada fase ini, penguasa akan sibuk membangun pengaruhnya, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan semacamnya melalui pendirian-pendirian pabrik, gedung pencakar langit, dan sebagainya.
Fase ini merupakan tahapan puncak otoriter yang dapat dijalankan oleh rezim yang berkuasa. Karena dalam fase-fase ini secara keseluruhan, mereka bebas berpendapat dan menentukan pilihan untuk membangun kejayaan dan kebesaran mereka, seraya menjelaskan program kerja kepada generasi sesudahnya.
Ke empat, Fase kepuasan dan mudah menyerah atau pasrah. Dalam fase ini, rezim yang berkuasa sudah merasa puas dengan pembangunan yang dicapainya. Keadaan ini membuat mereka terlena dan menyebabkan mereka bermalas-malasan, berhenti berinovasi dan merasa cukup dengan kejayaan yang telah mereka bangun.
Ke lima, fase pemborosan dan hidup berlebih lebihan. Pada fase ini, rezim yang berkuasa cenderung bergaya hidup mewah dan membenamkan diri mereka pada pemuasan nafsu dan kesenangan dunia. Kesenjangan sosial akan terlihat nyata, kaum fakir akan binasa di antara mereka, sedangkan orang kaya akan tenggelam dengan kekayaannya.
Kebijakan pemerintah semacam ini pada akhirnya akan memicu kemarahan rakyat terhadapnya sehingga mereka memusuhi dan menarik dukungan terhadap rezim yang berkuasa.
Bilamana fase-fase tersebut telah dilalui oleh suatu rezim kekuasaan, maka pertanda kekuasaan tersebut berada di ambang kehancuran, sebagai proses yang wajar. Negara dihinggapi penyakit kronis yang hampir tidak ada jalan keluar dan tidak dapat disembuhkan, hingga benar-benar hancur. Maka, tidak ada jalan lain yang bisa ditempuh selain dari mengganti rezim yang berkuasa.
Olehkarenanya, jika kita memandang Revolusi yang terjadi di Dunia Arab dengan dua pendekatan tersebut diatas, maka setidaknya kita dapat mengambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Revolusi yang terjadi merupakan kehendak rakyat secara umum, karena mereka bosan selama ini berada di bawah tekanan pemerintahan yang otoriter, korup, militerirstik, sekuler dan liberal. Mereka ingin mencoba dari kalangan Islam yang mereka anggap lebih menjanjikan.
2. Ikhwanul Muslimin, sebagai sebuah gerakan Islam terbesar berhasil menemukan momentum. Yakni ketika masyarakat sudah berada pada puncak frustasi yang luar biasa, akibat kemiskinan, pengangguran, gerakan ini justru hadir dengan membawa harapan akan perubahan. Mereka memebawa issu-issu yang terkait langsung dengan hajat hidup masyarakat banyak, seperti masalah sosial, lapangan pekerjaan, ekonomi,pendidikan dan pemberantasan korupsi.
3. Ikhwanul Muslimin juga berhasil menyiapkan infrastruktur politik, dengan menempatkan kader-kader terbaiknya pada lembaga-lembaga dan organisasi profesi, seperti organisasi Dokter, Guru, Mahasiswa, Apoteker, wartawan, pengacara dan lain sebagainya, sehingga rencana untuk menggulingkan rezim tidak menemui kendala yang berarti.
4. Ikhwanul Muslimin adalah aktor intelektual dibalik gerakan rakyat yang menuntut penggulingan rezim Tiran. Karena gerakan inilah yang dikenal luas oleh kalangan ummat Islam sendiri maupun para pengamat politik yang terus bekerja dan bergerak tidak hanya di Dunia Arab tetapi di seluruh belahan dunia lainnya. Adapun gerakan-gerakan lain, seperti jama’ah Tablig, Salafi, Hizbuttahrir dan lainnya adalah kelompok yang dikenal sebagai kelompok yang “alergi” dengan kekuasaan.
5. Apabila suatu negara dipimpin oleh rezim yang diktator, rakus, korup, militeristik dan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya akan mengalami kehancuran. Sebab, kekeuasaan yang dibangun dengan tidak melibatkan masyarakat di dalamnya adalah kekuasaan yang rapuh.
Wallahu A’lam
beli buku ini dimana ya?
BalasHapus